dokteralif.wordpress.com
Pada tahun 1905 merupakan gerakan nasionalisme pertama bisa di sebut dengan Masa awal dimana Masa Pergerakan Nasional ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi
modern antara lain Budi Utomo (BU), Sarekat Islam (SI), dan
Indische Partij (IP) dalam memperjuangkan perbaikan nasib bangsa. Kaum
terpelajar melalui organisasi-organisasi memotori munculnya pergerakan
nasional Indonesia. Pada saat itulah bangsa-bangsa di Nusantara mulai sadar
akan rasa “sebagai satu bangsa” yaitu bangsa Indonesia.
Kata “Pergerakan Nasional“ mengandung suatu pengertian yaitu
merupakan perjuangan yang dilakukan oleh organisasi secara modern ke arah
perbaikan taraf hidup bangsa Indonesia yang disebabkan karena rasa tidak
puas terhadap keadaan masyarakat yang ada. Gerakan yang mereka lakukan
memang tidak hanya terbatas untuk memperbaiki derajat bangsa tetapi juga
meliputi gerakan di berbagai bidang pendidikan, kebudayaan, keagamaan,
wanita dan pemuda.
Setelah itu di lanjutkan dengan Masa radikal yang diartikan sebagai suatu masa yang memunculkan
organisasi-organisasi politik yang kemudian dinamakan “partai”. Pada
umumnya organisasi-organisasi ini tidak mau bekerja sama dengan pemerintah
Hindia Belanda dalam mewujudkan cita-cita organisasinya. Mereka dengan
tegas menyebutkan tujuannya untuk mencapai Indonesia Merdeka. tidak hanya itu Nasionalisme juga berkembang di kalangan pemuda. Para pemuda yang
telah mendirikan berbagai organisasi pemuda juga merasa perlu untuk
menggalang persatuan. Semangat persatuan ini diwujudkan dalam kongres
pemuda pertama di Jakarta pada bulan Mei 1926.
PPI mempelopori penyelenggaraan Kongres Pemuda II. Dalam Kongres
Pemuda II yang diselenggrakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928 berbagai
organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Sekar Rukun,
Pasundan, Jong Selebes, Pemuda Kaum Betawi. Kongres ini berusaha
mempertegas kembali makna persatuan dan berhasil mencapai suatu
kesepakatan yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda.
Masa bertahan, pada tahap ini kaum pergerakan berusaha mencari
jalan baru untuk melanjutkan perjuangan. Mereka menggunakan taktik baru,
yaitu dengan bekerja sama dengan pemerintah melalui parlemen. Partai politik
mengirimkan wakil-wakilnya dalam Dewan Rakyat. Mereka mengambil jalan
kooperatif, tetapi sifatnya sementara (insidentil). Artinya kalau terjadi
ketidakcocokan dengan politik pemerintah, mereka dapat keluar dari Dewan
Rakyat.
Partai-partai politik yang melakukan taktik kooperatif dengan pemerintah
Hindia Belanda adalah Persatuan Bangsa Indonesia dan Partai Indonesia Raya.
Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) mendirikan bank, koperasi serta
perkumpulan tani dan nelayan. Pemakarsanya adalah Dokter Sutomo, seorang
pendiri Budi Utomo. Pada tahun 1935 terjadi penyatuan antara Budi Utomo dan
PBI. Dalam sebuah partai yang disebut Partai Indonesia Raya (Parindra),
Ketuanya adalah Dokter Sutomo. Organisasi-organisasi lain yang ikut
bergabung dalam Parindra adalah: Serikat Sumatera, Serikat Celebes, Serikat
Ambon, Kaum Betawi, dan Tirtayasa. Dalam kongresnya tahun 1937,
Wuryaningrat terpilih sebagai ketua dibantu oleh Mohammad Husni Thamrin,
Sukarjo Wiryapranoto, Panji Suroso, dan Susanto Tirtoprojo. Kerjasama antar
anggota cabang-cabangnya menjadikan Parindra sebagai partai politik terkuat
menjelang runtuhnya Hindia Belanda.
Di samping Parindra juga muncul organisasi lain seperti Partindo.
Namun karena desakan pemerintah akhirnya partai itu bubar pada tahun 1936.
Para pemimpinnya meneruskan perjuangan dengan mendirikan Gerakan
Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937. Tokoh-tokoh
yang duduk dalam Gerindo ialah Mr. Sartono, Mr. Mohammad Yamin, dan Mr.
Amir Syarifuddin.
Pada masa pemerintah Gubernur Jenderal Limburg Stirum (1916-1921)
dibentuk Volksraad atau Dewan Rakyat, yaitu pada tanggal 18 Mei 1918.
Anggota dewan dipilih dan diangkat dari golongan orang Belanda, Indonesia,
dan bangsa-bangsa lain. Tujuan pembentukan Dewan Rakyat adalah agar
wakil-wakil rakyat Indonesia dapat berperan serta dalam pemerintahan.
Golongan kooperatif berupaya semaksimal mungkin untuk
memanfaatkan Dewan Rakyat. Pada tahun 1930 Mohammad Husni Thamrin,
anggota Dewan Rakyat, membentuk Fraksi Nasional guna memperkuat barisan
dan persatuan nasional. Mereka menuntut perubahan ketatanegaraan dan
penghapusan diskriminasi di berbagai bidang. Mereka juga menuntut
penghapusan beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Belanda tentang penangkapan dan pengasingan pemimpin perjuangan
Indonesia serta pemberangusan pers.
Pada tanggal 15 Juli 1936 Sutarjo Kartohadikusumo, anggota dewan
rakyat, menyampaikan petisi agar Indonesia diberi pemerintahan sendiri
(otonomi) secara berangsur-angsur dalam waktu sepuluh tahun. Tuntutan untuk otonomi ini ditolak pemerintah, sebab hal ini memberi peluang yang
mengancam runtuhnya bangunan kolonial.
Kegagalan Petisi Sutarjo menjadi cambuk untuk meningkatkan
perjuangan nasional. Pada bulan Mei 1939 Muh. Husni Thamrin membentuk
Gabungan Politik Indonesia (GAPI) yang merupakan gabungan dari Parindra,
Gerindo, PSII, Partai Islam Indonesia, Partai Katolik Indonesia. Pasundan,
Kaum Betawi, dan Persatuan Minahasa. GAPI mengadakan aksi dan menuntut
Indonesia Berparlemen yang disusun dan dipilih oleh rakyat Indonesia,
Pemerintah harus bertanggung jawab kepada Parlemen. Jika tuntutan itu
diterima pemerintah, GAPI akan mengajak rakyat untuk mengimbangi
kemurahan hati pemerintah.
Pada tanggal 24 Desember 1939 dibentuk Kongres Rakyat Indonesia.
Kegiatan ini antara lain menuntut pemerintah Belanda agar menjadikan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional, Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan
dan bendera merah putih sebagai bendera Nasional.
Pemerintah memberikan reaksi dingin. Perubahan ketatanegaraan akan
diberikan setelah Perang Dunia II selesai. Pada 1 September 1939 pecah
perang di Eropa yang kemudian berkembang menjadi Perang Dunia II. Tuntutan
GAPI dijawab Pemerintah dengan pembentukan Komisi Visman pada bulan
Maret 1941 yang bertugas menyelidiki keinginan golongan-golongan
masyarakat Indonesia dan perubahan pemerintahan yang diinginkan.
Namun Komisi ini hanya menampung hasrat masyarakat Indonesia yang
pro pemerintah dan masih menginginkan Indonesia tetapi dalam ikatan
Kerajaan Belanda. Hasil penyelidikan komisi Visman tidak memuaskan.
Sebelum hasil Komisi Visman diwujudkan, Jepang sudah tiba di Indonesia.
Meskipun demikian pihak Indonesia telah sempat mengusulkan 3 hal, yaitu :
1. Pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri;
2. Penggunaan bahasa Indonesia dalam sidang Dewan Rakyat;
3. Pergantian kata Inlander (pribumi) menjadi Indonesier.12
Untuk menguatkan perjuangan GAPI, KRI, diubah menjadi Majelis
Rakyat Indonesia (MRI) dalam konferensi di Yogyakarta pada tanggal 14
September 1941. Di dalam MRI duduk wakil-wakil dari organisasi politik,
organisasi Islam, federasi serikat sekerja, dan pegawai negeri. Walaupun
terdapat perbedaan pendapat antara organisasi-organisasi yang tergabung
dalam MRI, namun persatuan dan kesatuan kaum Nasionalis terus dipupuk
sampai masuknya Tentara Militer Jepang.
Bagikan
Pergerakan Nasionalisme di Indonesia
4/
5
Oleh
Hilman Fadillah