Minggu, 11 Juni 2017

Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

wikipedia.org

KPU menetapkan pasangan Susilo Bambang Yudoyono - Jusuf Kalla menjadi pemenang pemilu pada tanggal 4 Oktober 2004. Dengan begitu, mereka ditetapkan menjadi presiden dan wakil presiden dan dilantik pada tanggal 20 Oktober 2004.

Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terjadi banyak kemajuan di berbagai bidang. Hal ini dikarenakan kemajuan teknologi dan kebebasan berpendapat. Namun, terdapat beberapa kemunduran juga. Kita tidak dapat melihat kesuksesan suatu pemerintahan hanya dengan satu pandangan. Kita harus memandang dari berbagai sisi. Jika dibandingkan dengan pemerintahan pada masa Orde Baru, memang dalam beberapa bidang terlihat kemunduran. Tetapi bisa saja hal ini dikarenakan pada masa Orde Baru kebebasan pers dikekang sehingga bagian buruk pada Orde Baru tidak terlihat.

Di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, musyawarah mufakat diutamakan. Sehingga pengambilan kebijakan terkesan lambat. Meski begitu, musyawarah mufakat ini dilakukan untuk kepentingan bersama. Sehingga dapat dikatakan, pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono telah cukup berkembang dibandingkan masa-masa sebelumnya dalam hal demokrasi.
Baca selengkapnya

Jumat, 09 Juni 2017

Pemerintahan Megawati Soekarnoputri

wikipedia.org


Pasangan Megawati - Hamzah Haz mengumumkan kabinetnya pada tanggal 9 Agustus 2001. Kabinetnya bernama "Kabinet Gotong Royong". Program Kerja Kabinet tersebut di antaranya sebagai berikut :

  1. Mewujudkan otonomi yang tangguh.
  2. Menyehatkan bank.
  3. Memantapkan fungsi dan peran TNI dan Polri.
  4. Mewujudkan supremasi hukum.

Pada masa pemerintahannya, Presiden Megawati menghadapi tiga masalah utama di negeri ini, yaitu :

  1. Adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
  2. Merosotnya pengangguran dan menurunnya tingkat perekonomian.
  3. Merosotnya kewibawaan hukum.


Pada masa kepemimpinannya, Indonesia memiliki hajat besar, yaitu pemilihan umum. Sistem pemilu kali ini, rakyat dapat memilih atau menentukan wakilnya dan presiden secara langsung. Pemilu dilakukan dalam dua tahap.

  1. Tahap pertama untuk menentukan para anggota legislatif, pada tanggal 5 April 2004 yang diikuti oleh 24 partai politik.
  2. Putaran kedua untuk memilih Presiden.

Pemilu untuk presiden dan wakilnya pada putaran pertama berlangsung pada tanggal 5 Juli 2004 dengan calon presiden dan wakilnya sebagai berikut :

  1. Megawati Soekarnoputri & Hasyim Muzadi diusung PDIP.
  2. Wiranto & Salahudin Wahid didukung oleh Partai Golkar.
  3. Amien Rais & Siswono didukung Partai Amanat Nasional.
  4. Hamzah Haz & Agum Gumelar didukung oleh Partai persatuan Pembangunan.
  5. Susilo Bambang Yudhoyono & Jusuf Kalla didukung oleh Partai Demokrat.

Pemilu putaran pertama ini dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dan Mega-Hasyim. Oleh karena itu para pemenang pemilu presiden dan wakil presiden putaran pertama tidak ada yang berhasil mencapai 50% suara, maka diselenggarakan pemilu putaran kedua yang diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004.

Dalam pemilu ini dimenangkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Kemenangan ini merupakan babak baru bagi Indonesia di bawah kepemimpinan presiden dan wakil presiden yang langsung dipilih rakyat.

Baca selengkapnya

Pemerintahan K.H Abdurrahman Wahid

wikipedia.org

Pidato pertamanya setelah terpilih sebagai presiden memuat tugas-tugas yang akan dijalankannya, yaitu sebagai berikut :
  1. Peningkatan pendapatan rakyat.
  2. Menegakkan keadilan mendatangkan kemakmuran.
  3. Mempertahankan keutuhan bangsa dan negara.

Presiden K.H. Abdurrahman Wahid didampingi Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden. Mereka bekerja sama membentuk kabinet yang disebut dengan Kabinet Persatuan Nasional. Kabinet diumumkan pada tanggal 28 Oktober 1999.

Pada masa pemerintahan Gus Dur banyak diwarnai tindakan-tindakan kontroversi. Contohnya sebagai berikut :
  1. Kabinet seringkali mengalami reshuffle (perubahan susunan).
  2. Menghapus Departemen Sosial dan Departemen Penerangan.
  3. Sering melakukan kunjungan ke luar negeri.

Presiden K.H. Abdurrahman Wahid melakukan pembagian kekuasaan dengan wakil presiden. Tugas yang menjadi kewenangan wakil presiden, antara lain sebagai berikut :

  1. Menyusun program dan agenda kerja kabinet.
  2. Menentukan fokus dan prioritas kebijakan pemerintah.
  3. Memimpin sedang kabinet.
  4. Menandatangani keputusan tentang pengangkatan dan pemberhentian pejabat setingkat eselon satu.

Pembentukan Dewan Ekonomi Nasional (DEN)
Pembentukan DEN dimaksudkan untuk memperbaiki ekonomi Indonesia yang belum pulih akibat krisis yang berkepanjangan. Ketua DEN adalah Prof. Emil Salim dengan wakilnya Subiyakto Cakrawerdaya, Sekretaris Dr. Sri Mulyani Indrawati. Anggota DEN adalah Anggito Abimanyu, Sri Ningsih, dan Bambang Subianto.

Ketika hubungan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid dan Poros Tengah tidak harmonis, DPR mengeluarkan Memorandum I dan II untuk menjatuhkannya dari kursi kepresidenan. Sebagai reaksi baliknya, presiden mengeluarkan maklumat pada tanggal 28 Mei 2001 dan menjawab Memorandum II dengan jawaban yang dibacakan oleh Menko Politik, Sosial dan Keamanan (Menko Polsoskam) Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 29 Mei 2001, yang antara lain isinya membekukan lembaga MPR dan DPR.

Akhir jabatan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid terjadi ketika berlangsung Rapat Paripurna MPR pada tanggal 21 Juli 2001. Rapat tersebut dianggap sebagai Sidang istimewa MPR. Keputusan yang diambil sidang istimewa tersebut sebagai berikut :

  1. Presiden K.H. Abdurrahman Wahid diberhentikan secara resmi sebagai presiden berdasarkan Ketetapan MPR No. II Tahun 2001.
  2. MPR mengeluarkan Ketetapan MPR No. III tahun 2001 untuk menetapkan dan melantik Wakil Presiden Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri sebagai presiden kelima Republik Indonesia.


Sumber : sejarah-negara.com
Baca selengkapnya

Pemerintahan BJ Habibie

wikipedia.org

Masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie berlangsung dari tanggal 21 Mei 1998 sampai 20 Oktober 1999. Pengangkatan Habibie sebagai presiden ini memunculkan kontroversi di masyarakat. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional, sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa Habibie sebagai kelanjutan dari era Soeharto dan pengangkatannya dianggap tidak konstitusional.

Pengambilan sumpah beliau sebagai presiden dilakukan di Credential Room, Istana Merdeka. Dalam pidato yang pertama setelah pengangkatannya, B.J. Habibie menyampaikan hal-hal sebagai berikut :
  1. Mohon dukungan dari seluruh rakyat Indonesia.
  2. Akan melakukan reformasi secara bertahap dan konstitusional di segala bidang.
  3. Akan meningkatkan kehidupan politik pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik-praktik KKN.
  4. Akan menyusun kabinet yang sesuai dengan tuntutan zaman.

Berikut langkah-langkah yang dilakukan Presiden B.J. Habibie untuk mengatasi keadaan yang carut-marut dan menciptakan Indonesia baru yang bebas KKN.


Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan


Kabinet Reformasi Pembangunan dibentuk pada tanggal 22 Mei 1998, terdiri atas unsur-unsur perwakilan dari ABRI, Golkar, PPP, dan PDI. Pada tanggal 25 Mei 1998 diadakan pertemuan pertama. Pertemuan ini berhasil membentuk komite untuk merancang undang-undang politik yang lebih longgar, merencanakan pemilu dalam waktu satu tahun dan menyetujui masa jabatan presiden dua periode. Upaya ini mendapat sambutan positif dari masyarakat.


Perbaikan bidang ekonomi

Berikut langkah-langkah yang dilakukan B.J. Habibie agar bangsa Indonesia dapat segera keluar dari krisis ekonomi.
  1. Melakukan rekapitulasi perbankan.
  2. Merekonstruksi perekonomian nasional.
  3. Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat di bawah Rp 10.000,00.
  4. Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
  5. Melaksanakan reformasi ekonomi seperti yang disyaratkan IMF.


Melakukan reformasi di bidang politik
Reformasi di bidang politik yang dilakukan adalah dengan memberikan kebebasan kepada rakyat Indonesia untuk membentuk partai-partai politik, serta rencana pelaksanaan pemilu yang diharapkan menghasilkan lembaga tinggi negara yang benar-benar representatif.

B.J. Habibie membebaskan narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas (mantan anggota DPR yang dipenjara karena mengkritik Presiden Soeharto) dan Muchtar Pakpahan (pemimpin buruh yang dituduh memicu kerusuhan di Medan tahun 1994). Beliau juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen. Amnesti pembebasan Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dikukuhkan dalam keppres No. 80 Tahun 1998.


Kebebasan menyampaikan pendapat

Presiden B.J. Habibie mengeluarkan kebijakan untuk membuat Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Tugasnya adalah mencari segala sesuatu yang berhubungan dengan kerusuhan 13-14 Mei 1998 di Jakarta. Ketuanya adalah Marzuki Darusman.

Presiden juga mengeluarkan satu kebijakan yang tertuang dalam undang-undang No. 9 Tahun 1998 yang berisi tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Tata Cara Berdemonstrasi. Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas.

Ketentuan tersebut dinyatakan pada pasal 9 (2) UU No. 9 Tahun 1998. Presiden B.J. Habibie juga mencabut UU No. II/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Aksi Subversi dengan mengeluarkan UU No. 26 Tahun 1999.


Pelaksanaan Sidang Istimewa MPR 1998

Untuk mengatasi krisis politik berkepanjangan, maka diadakan sidang istimewa MPR yang berlangsung dari tanggal 10-13 November 1998. Menjelang diselenggarakan sidang tersebut terjadi aksi unjuk rasa para mahasiswa dan organisasi sosial politik.

Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dilaksanakan pengamanan. Jumlah aparat yang dikerahkan yaitu polisi dan TNI mencapai 150 SSK (Satuan Setingkat Kompi). Untuk pertama kalinya pengamanan Sidang Istimewa MPR melibatkan warta sipil yang dikenal dengan nama Pam Swakarsa. Anggota Pam Swakarsa terdiri dari Forum Umat Islam Penegak Keadilan dan Konstitusi (Furkon) dengan basis di Masjid Istiqlal, organisasi kepemudaan seperti Pemuda Pancasila, Banser (GP Ansor), AMPI, FKPPI, dan Kelompok Pendekar Banten.

Dengan adanya tekanan massa yang terus-menerus, akhirnya pada tanggal 13 November 1998 Sidang Istimewa MPR 1998 ditutup. Sidang Istimewa MPR berakhir dengan menghasilkan 12 ketetapan yang diwarnai voting dan aksi walk out.

Pemenang pertama pemilu tahun 1999 adalah PDIP (Megawati Soekarnoputri) yang memperoleh 33,76% suara, posisi kedua diduduki Golkar dengan 22,46% suara, PKB (K.H. Abdurrahman Wahid) dengan 12,62% suara. Urutan kekempat adalah PPP dengan 10,71% suara, dan dilanjutkan dengan PAN (Amien Rais) dengan 7,12% suara. Sisa suara tersebar ke-43 partai lainnya. Hasil pemilu ini menunjukkan tidak ada satu partai pun yang memperoleh suara mutlak.

MPR yang terbentuk melalui hasil pemilu 1999 berhasil menetapkan GBHN, melakukan amandemen pertama terhadap UUD 1945, serta presiden dan wakil presiden. Pada tanggal 20 Oktober 1999 MPR berhasil memilih K.H. Abdurrahman Wahid sebagai presiden keempat RI dan sehari kemudian memilih Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden.


Sumber : sejarah-negara.com
Baca selengkapnya

Era Orde Baru



Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Orde Baru hadir dengan semangat “koreksi total” atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.


POLITIK

Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia “bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB”, dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.

Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik – di Eropa Timur sering disebut lustrasi – dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat “dibuang” ke Pulau Buru.

Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).

Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.

Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi

EKSPLOITASI SUMBER DAYA

Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.

WARGA TIONGHOA

Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.

Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.

Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan[rujukan?

Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.

KONFLIK

Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan “persatuan dan kesatuan bangsa”. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara lain dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan. Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan terhadap para transmigran.

KRISIS FINANCIAL ASIA

Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.

PASCA ORDE BARU

Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan “Era Reformasi”. Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai “Era Pasca Orde Baru” Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya Timor Timur, transformasi dari Orde Baru ke Era Reformasi berjalan relatif lancar dibandingkan negara lain seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Hal ini tak lepas dari peran Habibie yang berhasil meletakkan pondasi baru yang terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan jaman
Baca selengkapnya

Kamis, 08 Juni 2017

Gerakan 30 Sepetember / G 30S PKI



Sebenarnya Partai Komunis Indonesia (PKI) sudah lama meniupkan hawa perlawanan dan pemberontakan terhadap Indonesia. Kelompok ini bersikeras untuk mengganti dasar negara Republik Indonesia, yakni Pancasila menjadi negara yang berdasar asas komunis. Perlawanan PKI yang tidak diterima oleh setiap kalangan ini, menjadikan kelompok ini merencanakan sebuah rencana yang besar.

PKI merupakan partai Stalinis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Sovyet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.

Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden - sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.

Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.

PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezim Demokrasi Terpimpin dan, dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.

Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha menghindari bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI mementingkan "kepentingan bersama" polisi dan "rakyat". Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami slogan "Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi". Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari "sikap-sikap sektarian" kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman sayap-kiri untuk membuat "massa tentara" subyek karya-karya mereka.

Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ratusan ribu petani bergerak merampas tanah dari para tuan tanah besar. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para pemilik tanah. Untuk mencegah berkembangnya konfrontasi revolusioner itu, PKI mengimbau semua pendukungnya untuk mencegah pertentangan menggunakan kekerasan terhadap para pemilik tanah dan untuk meningkatkan kerjasama dengan unsur-unsur lain, termasuk angkatan bersenjata.

Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik AS. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan resmi. Pada waktu yang sama, jendral-jendral militer tingkat tinggi juga menjadi anggota kabinet.

Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam kabinet Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa angkatan bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis "rakyat".

Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di mana ia berbicara tentang "perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat setiap hari antara tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia, termasuk para komunis".

Rejim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM.

Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rejim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian "angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa "NASAKOMisasi" angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerjasama untuk menciptakan "angkatan kelima". Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatus militer dan negara sedang diubah untuk memecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.

Peristiwa pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut.

KorbanKeenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
  1. Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani
  2. Mayjen TNI R. Suprapto
  3. Mayjen TNI M.T. Haryono
  4. Mayjen TNI Siswondo Parman
  5. Brigjen TNI DI Panjaitan
  6. Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo

Jenderal TNI A.H. Nasution juga disebut sebagai salah seorang target namun dia selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan AH Nasution, Lettu Pierre Tandean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.

Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
  1. AIP Karel Satsuit Tubun
  2. Brigjen Katamso Darmokusumo
  3. Kolonel Sugiono
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.

Pasca kejadian pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan.

Pada tanggal 6 Oktober Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional", yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung "pemimpin revolusi Indonesia" dan tidak melawan angkatan bersenjata. Pernyataan ini dicetak ulang di koran CPA bernama "Tribune".

Pada tanggal 12 Oktober 1965, pemimpin-pemimpin Uni-Sovyet Brezhnev, Mikoyan dan Kosygin mengirim pesan khusus untuk Sukarno: "Kita dan rekan-rekan kita bergembira untuk mendengar bahwa kesehatan anda telah membaik...Kita mendengar dengan penuh minat tentang pidato anda di radio kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang dan menghindari kekacauan...Imbauan ini akan dimengerti secara mendalam."

Dalam sebuah Konferensi Tiga Benua di Havana di bulan Februari 1966, perwakilan Uni-Sovyet berusaha dengan segala kemampuan mereka untuk menghindari pengutukan atas penangkapan dan pembunuhan orang-orang yang dituduh sebagai PKI, yang sedang terjadi terhadap rakyat Indonesia. Pendirian mereka mendapatkan pujian dari rejim Suharto. Parlemen Indonesia mengesahkan resolusi pada tanggal 11 Februari, menyatakan "penghargaan penuh" atas usaha-usaha perwakilan-perwakilan dari Nepal, Mongolia, Uni-Sovyet dan negara-negara lain di Konperensi Solidaritas Negara-Negara Afrika, Asia dan Amerika Latin, yang berhasil menetralisir usaha-usaha para kontra-revolusioner apa yang dinamakan pergerakan 30 September, dan para pemimpin dan pelindung mereka, untuk bercampur-tangan di dalam urusan dalam negeri Indonesia."

Lima bulan setelah itu, pada tanggal 11 Maret 1966, Sukarno memberi Suharto kekuasaan tak terbatas melalui Surat Perintah Sebelas Maret. Ia memerintah Suharto untuk mengambil "langkah-langkah yang sesuai" untuk mengembalikan ketenangan dan untuk melindungi keamanan pribadi dan wibawanya. Kekuatan tak terbatas ini pertama kali digunakan oleh Suharto untuk melarang PKI. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Sukarno dipertahankan sebagai presiden tituler diktatur militer itu sampai Maret 1967. Kepemimpinan PKI terus mengimbau massa agar menuruti kewenangan rejim Sukarno-Suharto. Aidit, yang telah melarikan diri, ditangkap dan dibunuh oleh TNI pada tanggal 24 November, tetapi pekerjaannya diteruskan oleh Sekretaris Kedua PKI Nyoto.

Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI, atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Berapa jumlah orang yang dibantai tidak diketahui dengan persis - perkiraan yang konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara lainnya 2.000.000 orang. Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta itu.

Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap-kanan melakukan pembunuhan-pembunuhan massa, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-laporan bahwa Sungai Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu "terbendung mayat".

Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan puluhan ribu dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji terhadap mereka, majalah "Time" memberitakan:

"Pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan dalam skala yang sedemikian sehingga pembuangan mayat menyebabkan persoalan sanitasi yang serius di Sumatra Utara, di mana udara yang lembab membawa bau mayat membusuk. Orang-orang dari daerah-daerah ini bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang benar-benar terbendung oleh mayat-mayat. Transportasi sungai menjadi terhambat secara serius."

Di Pulau Bali, yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit 35.000 orang menjadi korban di permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando elite Partai Nasional Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini. Koresponden khusus dari Frankfurter Allgemeine Zeitung bercerita tentang mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang ke dalam galian-galian dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani tidak berani meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah hangus. Di daerah-daerah lain, para terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman mereka untuk membuktikan kesetiaan mereka. Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan rasialis "anti-Cina" terjadi. Pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai pemerintah yang mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian kontra-revolusioner ini dipecat.

KRONOLOGIS PENUMPASAN PKI



Tanggal 1 Oktober 1965
Operasi penumpasan G 30 S/PKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1965 sore hari. Gedung RRI pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi dapat direbut kembali tanpa pertumpahan darah oleh satuan RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan Para Kujang/328 Siliwangi, dan dibantu pasukan kavaleri. Setelah diketahui bahwa basis G 30 S/PKI berada di sekitar Halim Perdana Kusuma, sasaran diarahkan ke sana.

Tanggal 2 Oktober 1965
Pada tanggal 2 Oktober, Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan RPKAD di bawah komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo atas perintah Mayjen Soeharto. Pada pikul 12.00 siang, seluruh tempat itu telah berhasil dikuasai oleh TNI – AD.

Tanggal 3 Oktober 1965
Pada hari Minggu tanggal 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD yang dipimpin oleh Mayor C.I Santoso berhasil menguasai daerah Lubang Buaya. Setelah usaha pencarian perwira TNI – AD dipergiat dan atas petunjuk Kopral Satu Polisi Sukirman yang menjadi tawanan G 30 S/PKI, tetapi berhasil melarikan diri didapat keterangan bahwa para perwira TNI – AD tersebut dibawah ke Lubang Buaya. Karena daerah terebut diselidiki secara intensif, akhirnya pada tanggal 3 Oktober 1965 titemukan tempat para perwira yang diculik dan dibunuh tersebut.. Mayat para perwira itu dimasukkan ke dalam sebuah sumur yang bergaris tengah ¾ meter dengan kedalaman kira – kira 12 meter, yang kemudian dikenal dengan nama Sumur Lubang Buaya.

Tanggal 4 Oktober 1965
Pada tanggal 4 Oktober, penggalian Sumur Lubang Buaya dilanjutkan kembali (karena ditunda pada tanggal 13 Oktober pukul 17.00 WIB hingga keesokan hari) yang diteruskan oleh pasukan Para Amfibi KKO – AL dengan disaksikan pimpinan sementara TNI – AD Mayjen Soeharto. Jenazah para perwira setelah dapat diangkat dari sumur tua tersebut terlihat adanya kerusakan fisik yang sedemikian rupa. Hal inilah yang menjadi saksi bisu bagi bangsa Indonesia betapa kejamnya siksaan yang mereka alami sebelum wafat.

Tanggal 5 Oktober 1965
Pada tanggal 5 Oktober, jenazah para perwira TNI – AD tersebut dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata yang sebelumnya disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat.

Tanggal 6 Oktober 1965

Pada tanggal 6 Oktober, dengan surat keputusan pemerintah yang diambil dalam Sidang Kabinet Dwikora, para perwira TNI – AD tersebut ditetapakan sebagai Pahlawan Revolusi.

Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI adalah sebuah kejadian yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai usaha kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.

Baca selengkapnya

Pembebasan Irian Barat

]


Pada 11 Juni 1964, merupakan salah satu tanggal yang bersejarah bagi perjuangan Indonesia dalam memperjuangkan Irian Barat (Sekarang Papua) kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Pada tanggal tersebut Indonesia dan Belanda sepakat untuk membentuk komisi bersama.

Irian Barat merupakan salah satu wilayah yang masih dipertahankan Belanda walaupun Indonesia sudah merdeka. Dalam Perjanjian Pengakuan Kedaulatan pada Desember 1949, Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, namun wilayah Irian Barat akan dibicarakan setahun setelah pengakuan kedaulatan. Namun, hingga tahun 1950 Belanda juga masih enggan untuk melepas Irian Barat. Alasannya wilayah ini merupakan daerah yang kaya akan sumber daya alam khususnya di bidang pertambangan. Namun, Pemerintah Indonesia tidak menyerah.

Perjuangan diplomasi pun mulai dilakukan khususnya setelah Indonesia mendapatkan dukungan dari negara-negara peserta Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955. Belanda pun juga mulai mencari dukungan khususnya dari Amerika Serikat (AS) agar Irian Barat tetap berada di dalam kekuasaannya.

Namun, hingga tahun 1960 tidak ada perkembangan positif dari Pemerintah Belanda. PBB pun sudah berupaya untuk menyelesaikan Irian Barat, tetapi gagal untuk memberikan resolusi untuk menyelesaikan sengketa ini.

Kesabaran Indonesia pun sudah habis. Pada 1961 Presiden Soekarno memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda dan mulai mempersiapkan operasi militer untuk merebut Irian Barat. Pemerintah pun menggaungkan Trikora (Tri Komando Rakyat) untuk membangkitkan semangat rakyat.

Pada 15 Januari 1962 sebuah pertempuran pecah di Laut Arafuru, Irian Barat. Dalam pertempuran tersebut, gugurlah Pahlawan Nasional Komodor Yos Sudarso. Selain itu, pemerintah berhasil menyusupkan beberapa tentara ke hutan belantara Irian Barat untuk melakukan serangan darat.

Dunia pun cemas dengan operasi militer yang dilakukan oleh Indonesia, Sekjen PBB U Thant menunjuk Duta Besar AS Elsworth Bunker untuk menjadi mediator Indonesia dengan Belanda.
Pada 15 Agustus 1962, ditandatangani oleh Perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian New York yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Soebandrio dan delegasi Belanda Van Royen. Isi dari Perjanjian New York adalah dibentuk peralihan pemerintahan dari Belanda kepada PBB melalui suatu badan khusus.

PBB membentuk UNTEA sebagai badan peralihan kekuasaan di Irian Barat. Badan ini mulai efektif bekerja pada 1 Oktober 1962. Akhirnya pada 1 Mei 1963 UNTEA pun menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia, bendera merah putih pun berkibar di tanah Irian Barat.

Namun itu belum selesai, mengingat Indonesia harus melaksanakan Penentuan Pendapat rakyat (Pepera) untuk mengetahui aspirasi rakyat Irian Barat. Pada 11 Juni 1964 juga dibentuk komisi bersama Indonesia dan Belanda agar proses referendum berjalan aman.

Sulitnya infrastruktur di Irian Barat dan perubahan politik di Indonesia menyebabkan Pepera baru dilaksanakan pada 1969, dengan dihadiri oleh utusan PBB masyarakat Irian Barat menyatakan memilih bergabung dengan Indonesia.

Hasil ini kemudian dilaporkan kepada Pemerintah Indonesia di Jakarta, Presiden Soeharto pun mengubah nama Irian Barat menjadi Irian Jaya dan menetapkannya sebagai provinsi ke-26.

Sumber  : kuninghijau.wordpress.com
Baca selengkapnya

Masa Demokrasi Terpimpin





Masa Demokrasi Terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno tahun 1966. Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit presiden ini sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin mengkhawatirkan. Berlakunya dekrit presoden ini memiliki sisi positif dan sisi negatis.

Berikut sisi positif berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

  1. Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik yang berkepanjangan,
  2. Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 dari kelangsungan hidup negara.
  3. Merintis pembentukan lembaga tinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Liberal tertunda pembentukannya.
Adapun sisi negatif berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah sebagai berikut.

  1. Memberi kekuasaan besar kepada presiden, MPR, dan lembaga tinggi negara.
  2. Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik.
Disebut demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia pada saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Soekarno. Pada masa demokrasi terpimpin kekuasaan presiden sangat besar dan mutlak, sedangkan aktivitas partai dibatasi. Karena kekuasaan presiden yang mutlak tersebut mengakibatkan penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan ditangan presiden).

Berikut merupakan pelaksanaan atau hal-hal yang dilaksanakan pada saat demokrasi terpimpin.


Pembentukan MPRS

Berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 presiden membentuk MPRS. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga parrtai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR. Ketua MPRS adalah Chairul Saleh, dengan tugas MPRS hanya terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Pada tanggal 10 November-7 Desember 1960, MPRS mengadakan sidang umum pertama di Bandung. Hasil Sidang Umum MPRS ini menghasilkan dua ketetapan sebagau berikut.

  1. Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 yang menetapkan Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai GBHN.
  2. Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/196- tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahap Pertama (1961-1969).
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan presiden berada di bawah MPR, namun pada kenyataanya MPRS tunduk kepada presiden yang terlihat dari tindakan presiden dalam pengangkatan ketua MPRS yang dirangkap oleh wakil perdana menteri III dan pengangkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dari pimpinan partai besar (PNI, NU, dan PKI) serta wakil ABRI yang masing-masing diberi kedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.

Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR GR

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan pada tanggal 5 Maret 1960 karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden kemudian mengeluarkan penetapan presiden yang menyatakan bahwa DPR dibubarkan dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR).

Karena bukan hasil pemilihan umum, semua anggota DPR GR ditentukan oleh presiden.Peratutan maupun tata tertib DPR GR ditentukan oleh presiden. Akibatnya DPR GR mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR.

Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara

Dewan Pertimabanga Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1959. Lembaga tinggi negara ini diketuai oleh presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri dari satu orang wakil ketua (Ruslan Abdul Gani), 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemrintah. Pelantikan DPAS dilakukan di Istana Negara pada tanggal 15 Agustus 1959

Seperti MPRS dan DPR GS, DPAS menempatkan diri di bawah pemerintah. Alasannya adalah DPAS yang mengusulkan agar pidato presiden pada hari Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita yang dikenal dengan manifesto politik (manipol) Republik Indonesia ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No. 1 Tahun 1960 dan Ketetapan MPRS Nomor 1/MPRS/1960. Inti manipol adalah USDEK (Undang-Undang Dasar 1945, sosialisme Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin, dan kepribadian Indonesia) sehingga lebih dikenal dengan manipol USDEK.

Pembentukan Front Nasional

Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuan pembentukan Front Nasional adalah menyatukan seluruh potensi nasional agar menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dimpimpin oleh Presiden Soekarno. Tugas Front Nasional adalah menyelesaikan revolusi nasional, melaksanakan pembangunan, dan mengembalikan Irian Barat.

Pembentukan Kabinet Kerja

Pada tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk Kabinet Kerja. Dalam kabinet ini Presiden Soekarno bertindak sebagai perdana menteri, sedangkan Ir. Juanda menjadi menteri pertama. Kabinet ini dilantik pada tanggal 10 Juli 1959 dengan programnya yang disebut triprogram Kabinet Kerja. Isi triprogram Kabinet Kerja sebagai berikut.
  1. Mencukupi kebutuhan sandang pangan.
  2. Menyelenggarakan keamanan rakyat dan negara.
  3. Melanjutkan perjuangan menentang imperialisme ekonomi dan imperialisme politik (Irian Barat).
Baca selengkapnya

Masa Demokrasi Parlementer


http://www.katailmu.com/


Era 1950-1959 adalah era di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung mulai dari 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959. Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950. Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer.

Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945. Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante.

KABINET - KABINET

Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil. Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini.
  • 1950-1951 – Kabinet Natsir
  • 1951-1952 – Kabinet Sukiman-Suwirjo
  • 1952-1953 – Kabinet Wilopo
  • 1953-1955 – Kabinet Ali Sastroamidjojo I
  • 1955-1956 – Kabinet Burhanuddin Harahap
  • 1956-1957 – Kabinet Ali Sastroamidjojo II
  • 1957-1959 – Kabinet Djuanda

  1. Kabinet Natsir
    Kabinet Natsir adalah kabinet pertama pada masa demokrasi liberal. Kabinet ini terbentuk pada tanggal 6 September 1950 dan dilantik pada tanggal 7 September 1950. Perdana Menteri kabinet ini adalah Moh. Natsir dari Masyumi. Menteri kabinetnya berasal dari Masyumi ditambah tokoh-tokoh yang mempunyai keahlian istimewa, seperti Sri Sultan Hamengku Buana IX, Prof. Dr. Sumitro Joyohadikusumo, Assaat, dan Ir Juanda.

    Program kerja kabinet Natsir :
    1) Mempersiapkan dan menyelengarakan pemilihan umum untuk memilih Dewan Konstituante
    2) Menyempurnakan susunan pemerintahan dan memebentuk kelengkapan negara
    3) Menggiatkan usaha mencapai keamanan dan ketentraman
    4) Meningkatkan kesejahteraan rakyat
    5) Menyempurnakan organisasi angkatan perang
    6) Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat

    Akan tetapi, belum sampai program tersebut terlaksana, kabinet ini sudah jatuh pada 21 Maret 1951 dalam usia 6,5 bulan. Jatuhnya kabinet ini karena kebijakan Natsir dalam rangka pembebtukan DPRD dinilai oleh golongan oposisi terlalu banyak menguntungkan Masyumi.
  2. Kabinet Sukiman
    Kabinet Sukiman merupakan kabimet koalisi. Partai-partai yang berkoalisi adalah kedua partai terbesar waktu itu, yaitu Masyumi dan PNI. Dr. Sukiman dari Masyumi terpilih menjadi perdana menteri dan Suwiryo dari PNI sebagai wakilnya. Kabinet Sukiman terbentuk apada tanggal 20 April 1951.

    Program kerja kabinet Sukiman :
    1) Menjalankan berbagai tindakan tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman serta menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara
    2) Membuat dan melakukan rencana kemakmuran nasional dalam jangka pendek untuk mempertinggi kehidupan sosial ekonomi rakyat dan mempercepat usaha penempatan bekas pejuang dalam pembangunan
    3) Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentuk Dewan Konstituante dan menyelengarakan pemilu itu dalam waktu singkat serta mempercepat terlaksananya otonomi daerah
    4) Menyiapakan undang-undang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama, penetapan uapah minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh
    5) Menjalankan polotik luar negeri bebas aktif
    6) Memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secapatnya

    Kabinet Sukiman tidak mampu bertahan lama dan jatuh pada bulan Februari 1952. Penyebab jatuhnya kabinet ini adalah karena diserang oleh kelompok sendiri akibat kebijakan politik luar negeri yang dinilai terlalu condong ke Barat atau pro-Amerika Serikat.
    Pada saat itu, kabinet Sukiman telah menendatangani persetujuan bantuan ekonomi, teknologi, dan persenjataan dengan Amerika Serikat. Dan persetujuan ini ditafsirkan sebagai masuknya Indonesia ke Blok Barat sehingga bertentangan dengan program kabinet tentang politik luar negeri bebas aktif.
  3. Kabinet Wilopo
    Kabinet yang ketiga ini berhasil dibentuk pada 30 Maret 1952. kabinet ini juga merupakan kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi. Wilopo dari PNI terpilih sebagai perdana menteri
    Program kerja kabint Wilopo :
    1) Mempersiapkan pemilihan umum
    2) Berusaha mengembalikan IrianBarat ke dalam pangkuan RI
    3) Meningkatkan keamanan dan kesejahteraan
    4) Memperbarui bidang pendidikan dan pengajaran
    5) Melaksanakan politik luar negeri bebas aktif

    Kabinet Wilopo banyak mengalami kesulitan dalam mengatasi timbulnya gerakan-gerakan kedaerahan dan benih-benih perpecahan yang akan menggangu stabilitas polotik Indonesia. Ketika kabinet Wilopo berusaha menyelesaikan sengketa tanah perusahaan asing di Sumatera Utara, kebijakan itu ditentang oleh wakil-wakil partai oposisi di DPR sehingga menyebabkan kabinetnya jatuh pada 2 Juni 1953 dalam usia 14 bulan.
  4. Kabinet Ali Satroamijoyo (Kabinet Ali-Wongsonegoro)Kabinet keempat berhasil dibentuk pada tanggal 31 Juli 1953 yang dipimpin oleh Ali Satroamijoyo dari PNI dan wakilnya Wongsonegoro dari PIR (Partai Indonesia Raya)
    Program kerja Kabinet Ali-Wongsonegoro :
    1) Menumpas pemberontakan DI/TII di berbagai daerah
    2) Melaksanakan pemilihan umum
    3) Memperjuangkan kembalinya Irian Barat kepada RI
    4) Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika

    Pada masa kabinet Ali-Wongsonegoro, gangguan keamanan makin meningkat, antara lain munculnya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Daud Beureuh Aceh, dan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan. Meskipun dihinggapi berbagai kesulitan, kabinet Ali-Wongsonegoro berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Oleh karena itu, kabinet Ali-Wongsonegoro ikut terangkat namanya. Kabinet Ali-Wongsonegoro akhirnya jatuh pada bulan Juli 1955 dalam usia 2 tahun (usia terpanjang). Penyebab jatuhnya kabinet Ali-Wongsonegoro adalah perselisihan pendapat anatara TNI-AD dan pemerintah tentang tata cara pengangkatan Kepala Staf TNI-AD.
  5. Kabinet Burhanuddin Harahap
    Kabinet kelima terbentuk pada tanggal 12 Agustus 1955 yang dipimpin oleh Burhanuddin Harahap dari Masyumi.
    Program kerja Kabinet Burhanuddin :
    1) Mengembalikan kewibawaan moral pemerintah, dalam hal ini kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat
    2) Akan dilaksankan pemilihan umum, desentralisasi, memecahkan masalah inflasi, dan pemberantasan korupsi
    3) Perjuangan mengembalikan Irian Barat

    Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, dilaksanakan pemilihan umum pertama di Indonesia. Kabinet ini menyerahkan mandatnya setelah DPR hasil pemilihan umum terbentuk pada bulan Maret 1956.
  6. Kabinet Ali Satroamijoyo IIKabinet keenam terbentuk pada tanggal 24 Maret 1956 di pimpin oleh Ali Satroamijoyo. Kabinet Ali II merupakan kabinet pertama hasil pemilihan umum.
    Program kerja Kabinet Ali II :
    1) Menyelesaikan pembatasan hasil KMB
    2) Menyelesaikan masalah Irian Barat
    3) Pembentukan provinsi Irian Barat
    4) Menjalankan politik luar negeri bebas aktif

    Kabinet Ali II ini pun tidak berumur lebih dari satu tahun dan akhirnya digantikan oleh kabinet Juanda.
  7. Kabinet JuandaKabinet Juanda disebut juga Kabinet Karya. Ir. Juanda diambil sumpahnya sebagai perdana menteri pada tanggal 9 April 1957.
    Program kerja Kabinet Karya disebut Pancakarya yang meliputi :
    1) Membentuk Dewan Nasional
    2) Normalisasi keadaan RI
    3) Melanjutkan pembatalan KMB
    4) Memperjuangkan Irian Barat kembali ke RI
    5) Mempercepat pembangunan

DEKRIT PRESIDEN

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin Isinya ialah:
  • Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
  • Pembubaran Konstituante
  • Pembentukan MPRS dan DPAS

Sumber : onespiritz.wordpress.com
Baca selengkapnya

Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

oostjavainfo.wordpress.com

Masa Kemerdekaan dan Perjuangan untuk Mempertahankan Kemerdekaan dimulai dari tahun 1945-1949, diwarnai dengan pengisian perlengkapan sebagai negara merdeka dan perjuangan bersenjata serta berbagai diplomasi antara bangsa Indonesia dengan pihak Belanda. Diplomasi itu direalisasikan dalam perjanjianperjanjian. 

  1. Masa Indonesia Merdeka
    Sehari setelah proklamasi, 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang pertama. Sidang tersebut berhasil mengesahkan UUD serta menunjuk Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia dan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden. Dalam sidang berikutnya berhasil dibentuk berbagai kementrian dan pembagian wilayah Indonesia menjadi delapan (8) provinsi. Selanjutnya dibentuk juga Komite Nasional, Partai Nasional dan Badan Keamanan Rakyat. Sedikit demi sedikit aparat pemerintahan semakin lengkap. Sehingga roda pemerintahan pun mulai berjalan.
  2. Perundingan Indonesia - Belanda
    Pada pertengahan September 1945 rombongan pertama pasukan Sekutu mulai mendarat. Mereka merupakan bagian dari South East Asia Command (SEAC) di bawah pimpinan Laksamana Mountbatten. Untuk Indonesia SEAC membentuk Allieu Force Netherlands East Indies (AFNEI) yang terdiri atas pasukan Inggris yang mendarat di Jawa dan Sumatera serta pasukan Australia yang mendarat di luar Jawa dan Sumatra. Pasukan ini bertugas melucuti dan memulangkan tentara Jepang serta membebaskan tawanan perang. Kedatangan tentara Inggris itu diboncengi oleh NICA (Belanda). Keadaan ini sudah diduga oleh para pemimpin Indonesia. Itulah sebabnya pemerintah RI pada tanggal 5 Oktober 1945 memutuskan untuk membentuk suatu tentara dengan nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Selain itu pemerintah mengeluarkan maklumat bahwa RI akan menanggung semua hutang-hutang Nederland Indies. Dengan maklumat ini pemerintah ingin menunjukkan pada dunia luar bahwa RI bukanlah negara yang masih tunduk pada Jepang, tetapi RI mengakui tata cara negara-negara demokrasi barat. Sebagai realisasi dari maklumat ini maka didirikan sejumlah partai dan dibentuk satu kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri Syahrir. Tugas kabinet ini adalah menjalankan perundingan-perundingan dengan pihak Belanda, sebagai berikut :

    Perundingan di Linggarjati pada tahun 1946 Dalam perundingan Indonesia mengusulkan bahwa pada dasarnya RI adalah negara yang berdaulat penuh atas bekas wilayah Nederland Indie. Karena itu Belanda harus menarik mundur tentaranya dari Indonesia. Mengenai modal asing pemerintah Republik Indonesia tetap akan menjamin. Keinginan Belanda lewat tentara Sekutu dinyatakan oleh Van Mook pada tanggal 19 Januari 1946. Kehadirannya adalah bermaksud menciptakan negara persemakmuran (commenwealth). Anggotanya adalah kerajaan Belanda, Suriname, Curocao dan Indonesia. Urusan ke luar commenwealth itu dipegang oleh kerajaan Belanda sedangkan urusan ke dalam dipegang oleh masing-masing negara. Perundingan yang dilakukan di Linggarjati dikeluarkan hasilnya pada tanggal 15 November 1946. Belanda dan Republik Indonesia Serikat berada dalam suatu Uni Indonesia-Belanda. Persetujuan gencatan senjata juga ditandatangani oleh pihak militer tanggal 12 Februari 1947. Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda tiba-tiba melancarkan Agresi militer I dan berhasil menerobos pertahanan RI. Tentara Republik Indonesia bertahan dengan melancarkan perang gerilya.

    Perundingan Renville pada tahun 1947 Amerika Serikat kemudian mengusulkan pada Dewan Keamanan untuk membentuk suatu komisi yang mengawasi pelaksanaan gencatan senjata. Komisi yang terdiri atas Dr. Frank Graham (AS), Richard Kirby (Australia) dan Paul Vanzeelant (Belgia), di Indonesia dikenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi yang mulai bekerja pada bulan Oktober 1947 itu membuka kembali perundingan-perundingan politik antara Indonesia dan Belanda. Perundingan dilakukan di atas kapal USS Renville pada tanggal 8 Desember 1947. Pihak Indonesia dalam perundingan ini dipimpin oleh Amir Syarifuddin. Hasil perundingan ini KTN berpendapat bahwa perjanjian Linggarjati harus dijadikan landasan perundingan politik. Pihak Belanda menanggapi usul KTN dengan usul 12 prinsip politik yang pada dasarnya tidak menginginkan adanya Republik Indonesia. Pihak RI bahkan hanya berhasil mengatasi keadaan dengan mengajukan 6 prinsip politik tambahan. Utusan RI menerima usul ini, karena ketentuannya adalah diadakan plebisit di Indonesia untuk menentukan apakah daerah-daerah bersedia atau tidak bergabung dengan RI. Pihak Belanda pun menerima. Sementara itu muncul masalah-masalah di dalam negeri, khususnya intimidasi dari Belanda, yaitu pembentukan negara-negara boneka.

    Perundingan Renville pada tahun 1949 Pada bulan April 1959 perundingan dimulai antara delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Mr. Mohammad Roem dan Dr. J. H. Van Royen dari pihak Belanda. Pertemuan di Hotel Des Indes (kini Duta Merlin) itu diawasi dan dipimpin Marle Cochran, wakil dari Amerika Serikat dalam komisi PBB (UNCI : United Nations Commision of Indonesia). Dalam perundingan ini pihak Indonesia menuntut agar Presiden dan Wakil Presiden dikembalikan ke Yogyakarta dan agar Belanda mengakui RI. Perundingan berjalan sangat lamban, sehingga Drs. Hatta didatangkan dari Bangka untuk langsung berunding dengan Dr. Van Royen. Dengan demikian pada bulan Mei 1949 dicapai persetujuan Roem-Royen dan pemerintah Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta, setelah cara-cara pengosongan Yogyakarta oleh tentara Belanda disepakati.

    Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949 Konferensi Meja Bundar dimulai di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949 dan berakhir pada tanggal 2 November 1949. Hasilnya direalisasikan oleh KNIP pada tanggal 14 Desember 1949. Pada tanggal 16 Desember 1949 diadakan Pemilihan Presiden RIS dan pada keesokan harinya Soekarno disahkan sebagai Presiden RIS. Pada tanggal 20 Desember 1949 kabinet RIS dibentuk dan dipimpin Drs. Mohammad Hatta, kemudian pada tanggal 23 Desember 1949 pimpinan kabinet RIS bertolak ke Den Haag untuk menandatangani pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949.
Baca selengkapnya

Pendudukan Jepang di Indonesia



Sejak tanggal 8 Maret 1942 Jepang secara resmi menjajah Indonesia. Setelah jatuh ke tangan Jepang, Indonesia ditangani oleh pemerintahan militer. Pulau Jawa dan Sumatera berada di bawah komando Angkatan Darat, masing-masing berpusat di Jakarta dan Bukittinggi. Sedangkan Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku berada di bawah komando Angkatan Laut yang berpusat di Ujung Pandang. Jepang menyadari bahwa untuk dapat mempertahankan daerah pendudukan yang begitu luas, maka Jepang harus melakukan usaha di berbagai bidang yaitu bidang sosial dan militer, ekonomi, dan politik.

Usaha di Bidang Sosial dan Militer

Ketika menduduki Indonesia, usaha pemerintahan Jepang di bidang sosial yaitu dengan cara melakukan pemerasan tenaga manusia di daerah pendudukan Jepang sebagai tenaga kerja. Adapun usaha tersebut diwujudkan dengan pelaksanaan program berikut. 
  • Romusha, yaitu kerja paksa tanpa upah pada masa penjajahan Jepang. Dalam hal ini tenaga kerja diarahkan untuk membuat fasilitas umum, seperti: jalan, jembatan, dan lapangan udara. 
  • Kinrohosi, yaitu kerja paksa tanpa upah bagi para pemimpin dan tokoh masyarakat. 
Di samping usaha di bidang sosial, di bidang militer Jepang membentuk barisan semi militer dan barisan militer seperti berikut.


Barisan Semi Militer 
  1. Seinendan (Barisan Pemuda). Organisasi ini berdiri tanggal 9 Maret 1943. Anggotanya para pemuda berumur 14-22 tahun. Tujuannya mendidik dan melatih para pemuda agar dapat mempertahankan tanah air Indonesia. 
  2. Keibodan (Barisan Pembantu Polisi), dibentuk tanggal 29 April 1943. Anggotanya berumur 23-25 tahun. Tujuannya untuk membantu tugas-tugas kepolisian. 
  3. Fujinkai (Himpunan Wanita), dibentuk bulan Agustus 1943. Anggotanya para wanita. berumur 15 tahun ke atas. 
  4. Jawa Hokokai (Perhimpunan Kebaktian Rakyat Jawa), dibentuk tahun 1944. Tujuannya untuk mengarahkan rakyat agar berbakti sepenuhnya kepada Jepang demi tercapainya kemenangan dalam Perang Asia Timur Raya. Anggotanya minimal berumur 14 tahun. Tugasnya adalah mengumpulkan pajak, upeti, dan hasil pertanian. 
  5. Syuisintai (Barisan Pelopor). Organisasi ini dibentuk tanggal 14 September 1944 dan diresmikan tanggal 25 September 1944. Tujuannya untuk meningkatkan kesiapsiagaan rakyat. Tokoh yang menjadi anggota Syuisintai adalah Bung Karno, Otto Iskandardinata, dan R.P. Suroso. 

Barisan Militer 
  1. Heiho (Pembantu Prajurit Jepang), dibentuk bulan April 1943, sebagai pembantu prajurit Jepang. Anggotanya para pemuda berumur 18-25 tahun. 
  2. Pembela Tanah Air (Peta), dibentuk 3 Oktober 1943 atas permintaan Gatot Mangkupraja. Tugas Peta adalah mempertahankan tanah air Indonesia

Usaha di Bidang Ekonomi 

Kegiatan bidang ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang. Dalam hal ini Jepang mengambil langkah-langkah sebagai berikut. 
  1. Jepang berusaha menguasai dan mendapatkan sumber-sumber bahan mentah untuk industri perang. Misalnya beras untuk keperluan logistik, tanaman jarak untuk minyak pelumas pesawat terbang, dan besi tua untuk alat-alat perang. 
  2. Jepang berusaha memotong sumber perbekalan musuh-musuhnya di kawasan Asia. 
  3. Pemerintah pendudukan Jepang langsung mengawasi perkebunan kopi, kina, karet dan teh.
  4. Pemerintah pendudukan Jepang memegang monopoli pembelian dan menentukan harga penjualan hasil perkebunan. 

Jepang dengan segala keserakahannya terus-menerus memeras kekayaan rakyat, sehingga Jepang yang hanya 3,5 tahun menjajah Indonesia menyebabkan kemiskinan dan kesengsaraan. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya:
  1. penyakit busung lapar yang merajalela. 
  2. bahan maupun mutu makanan sangat berkurang, sehingga banyak rakyat mati kelaparan. 
  3. rakyat sangat kekurangan bahan pakaian, sehingga tidak sedikit yang memakai pakaian dari karung goni.

Usaha di Bidang Politik 

Untuk menarik simpati rakyat Indonesia, maka Jepang berusaha membentuk organisasi politik. Adapun organisasi-organisasi tersebut antara lain seperti berikut. 
  1. Organisasi Tiga A
    Istilah Tiga A merupakan singkatan dari Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia, ketuanya M. Samsudin. Tujuannya untuk menanamkan kepercayaan rakyat bahwa Jepang adalah pelindung dan pemimpin Asia. 
  2. Pusat Tenaga Rakyat (Putera) Organisasi ini dibentuk pada tanggal 1 Maret 1943. Pemimpinnya disebut Empat Serangkai yaitu Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta, K.H. Mas Mansyur dan Ki Hajar Dewantoro. 
  3. Chuo Sangi In (Badan Pertimbangan)
    Atas anjuran Perdana Menteri Jenderal Tojo pada tanggal 5 September 1943 dibentuk Perdana Menteri Jenderal Tojo Chuo Sangi In. Organisasi ini bertugas memberi masukan dan pertimbangan bagi pemerintah Jepang dan diketuai oleh Ir. Sukarno. Organisasi Tiga A dan Putera dimanfaatkan para tokoh nasional untuk mencapai kemerdekaan. Mereka bersedia menjadi pemimpin Putera dengan pertimbangan berikut.
    a. Mereka dapat membela rakyat agar terhindar dari kekejaman Jepang.
    b. Mereka dapat menggembleng semangat rakyat.

Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Jepang

Pemerasan kekayaan dan tenaga manusia pada masa pendudukan Jepang menimbulkan bentuk-bentuk perlawanan terhadap Jepang. Bentuk perlawanan itu antara lain berupa gerakan bawah tanah dan gerakan bersenjata.

Gerakan Perjuangan Bawah
Gerakan bawah tanah, yaitu gerakan perjuangan yang dilakukan secara rahasia. Gerakan bawah tanah ini antara lain: 
  1. Kelompok Syahrir yang beroperasi di daerah sekitar Jakarta dan Jawa Barat. Sutan Syahrir pada waktu itu menyamar sebagai seorang petani dinas 
  2. Gerakan Kaigun yaitu terdiri dari para pemuda anggota dinas Angkatan Laut Jepang. Tokoh-tokohnya antara lain Mr. Ahmad Subarjo, Sudiro, dan Wikana 
  3. Gerakan kelompok pemuda yang berhasil menyusup sebagai pegawai kantor pusat propaganda Jepang yang disebut Sendenbu (sekarang Kantor Berita Antara). Tokoh tokohnya yaitu Sukarni dan Adam Malik. 

Gerakan Perjuangan
Bersenjata perjuangan Bersenjata Di samping gerakan perjuangan bawah tanah yang bersifat rahasia, terdapat pula perlawanan rakyat secara bersenjata. Adapun perlawanan bersenjata yang dilakukan rakyat itu antara lain sebagai berikut.
  1. Perlawanan di Aceh Perlawanan ini dilakukan pada tanggal 10 November 1942 di Cot Plieng, Aceh yang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil. Dia ditembak Jepang ketika sedang melakukan salat. 
  2. Perlawanan di Sukamanah, Singaparna, Jawa Barat Perlawanan ini terjadi pada tanggal 25 Februari 1944, dipimpin oleh K.H. Zaenal Mustafa. Ia menentang Jepang, sebab tidak bersedia melakukan Seikerei yaitu memberi penghormatan kepada Kaisar Jepang yang dianggap dewa dengan membungkukkan badan ke arah Tokyo. 
  3. Perlawanan di Lohbener, Jawa Barat Perlawanan rakyat ini dipimpin oleh H. Madriyas. 
  4. Perlawanan di Pontianak, Kalimantan Barat. Pada tanggal 16 Oktober 1943 para tokoh mengadakan rapat di Gedung Medan dan sepakat dalam rangka menyerang Jepang, namun sebelum rapat itu dilaksanakan mereka sudah ditangkap dan dibunuh. 
  5. Perlawanan Peta di Blitar Perlawanan ini terjadi tanggal 14 Februari 1945 dipimpin oleh Supriyadi. Sebab timbulnya pemberontakan itu adalah karena anggota Peta tidak tahan lagi melihat kesengsaraan rakyat. Tapi dengan bujukan dan muslihat, akhirnya semua pemberontakan dan semua pemimpin-pemimpinnya diajukan ke depan Mahkamah Militer Jepang di Jakarta. Di antara mereka ada yang dihukum mati seperti: dr. Ismail, Muradi, Suparyono, Halir Mangkudijaya, Sunarto dan Sudarmo. Sedangkan Supriyadi tidak disebut-sebut dalam pengadilan. Pada umumnya orang menganggap bahwa ia telah tertangkap dan kemudian dibunuh secara diam-diam oleh Jepang. Meskipun perlawanan Peta di Blitar gagal, namun pengaruhnya sangat besar untuk mewujudkan Indonesia merdeka

Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan dan diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau disebut Dokuritsu Junbi Inkai yang diketuai Ir. Sukarno dan Moh. Hatta sebagai wakilnya. Pembentukan PPKI sebagai akibat dari bayangan kekalahan Jepang, karena pada tanggal 6 Agustus 1945 kota Hiroshima dibom oleh Sekutu. Lebih-lebih setelah tanggal 9 Agustus 1945 kota Nagasaki dibom oleh Sekutu lagi. 

Dalam situasi demikian tiga pemimpin Indonesia yaitu Ir. Sukarno, Moh. Hatta dan dr. Rajiman Wedyodiningrat dipanggil ke Dalath, Vietnam Selatan oleh Marsekal Darat Terauchi. Ia menyampaikan keputusan pemerintah Jepang untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Pelaksaaannya setelah persiapan selesai. Wilayah Indonesia yaitu meliputi seluruh Hindia-Belanda. Akhirnya Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, dengan demikian berakhirlah Perang Pasifik. Bersamaan itu pula ketiga pemimpin yang pergi ke Dalath telah kembali ke tanah air.

Baca selengkapnya